Peran Guru dan Siswa dalam
Pembelajaran TIK di Sekolah
Pembelajaran TIK di lab Komputer yang biasa dilakukan di Sekolah Dasar
Di dalam proses belajar-mengajar
tentunya ada subjek dan objek yang berperan secara aktif, dinamik dan
interaktif di dalam ruang belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Guru & Siswa sama-sama dituntut untuk membuat suasana belajar dan proses
transfer of knowledge–nya berjalan menyenangkan serta tidak membosankan. Oleh
karena itu penataan peran Guru & Siswa di dalam kelas yang mengintegrasikan
TIK di dalam pembelajaran perlu dipahami dan dimainkan dengan sebaik-baiknya.
Kini di era pendidikan berbasis TIK,
peran Guru tidak hanya sebagai pengajar semata namun sekaligus menjadi
fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman belajar bagi
Siswa. Karenanya Guru dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar
kepada siswa untuk mengalami peristiwa belajar. Dengan peran Guru sebagaimana
dimaksud, maka peran Siswa pun mengalami perubahan, dari partisipan pasif
menjadi partisipan aktif yang banyak menghasilkan dan berbagi (sharing)
pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak mungkin sebagaimana
layaknya seorang ahli. Disisi lain Siswa juga dapat belajar secara individu,
sebagaimana halnya juga kolaboratif dengan siswa lain.
Untuk mendukung proses integrasi TIK
di dalam pembelajaran, maka Manajemen Sekolah, guru dan siswa harus memahami 9
(sembilan) prinsip integrasi TIK dalam pembelajaran yang terdiri atas
prinsip-prinsip:
Aktif: memungkinkan siswa dapat terlibat
aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.
Konstruktif: memungkinkan siswa dapat
menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya
untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada
dalam benaknya.
Kolaboratif: memungkinkan siswa dalam suatu
kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau
pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
Antusiastik: memungkinkan siswa dapat secara
aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dialogis: memungkinkan proses belajar secara
inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh
keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
Kontekstual: memungkinkan situasi belajar
diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan
”problem-based atau case-based learning”
Reflektif: memungkinkan siswa dapat menyadari
apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya
sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh
Norton et al (2001)).
Multisensory: memungkinkan pembelajaran dapat
disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio,
visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).
High order thinking skills training: memungkinkan untuk melatih
kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan
keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga meningkatkan ”ICT & media
literacy” (Fryer, 2001)